Dahulu, sebelum Revolusi Hijau, semua pertanian adalah organik. Namun
setelah timbulnya tuntutan pasokan pangan yang lebih besar dan kontinu,
dilakukan Revolusi Hijau yang bertujuan meningkatkan produktivitas
pertanian besar-besaran. Jalan yang ditempuh antara lain modernisasi
alat-alat pertanian, penggunaan pupuk yang nutrisinya bisa diserap
langsung oleh tanaman, pestisida kimia dan pemuliaan benih untuk
menghasilkan panen yang lebih cepat dan melimpah. Produktivitas
meningkat secara cepat, namun penggunaan bahan kimia seperti pupuk dan
pestisida telah membuat petani enggan untuk memberikan asupan bahan
organik seperti kompos dan pupuk kandang. Akibatnya tekstur tanah
menjadi rusak dan lingkungan menjadi tidak kondusif untuk mikroba. Pada
pertanian sebelum Revolusi hijau, peran mikroba teramat penting dalam
pasokan nutrisi tanaman, dan keduanya amat terkait, sampai peran mikroba
digantikan oleh pupuk kimia anorganik yang serba instan. Padahal peran
mikroba tidak sekedar sebagai penyuplai nutrisi bagi tanaman namun masih
banyak peran lain yang dimainkannya dalam ekosistem. Karena kurangnya
mikroba dan bahan organik yang dibutuhkannya, hasil panen terus menurun
dari tahun ke tahun. Untuk mengembalikan produktivitas pertanian,
dilakukan upaya untuk mengembalikan kondisi tanah. Upaya tersebut
diantaranya adalah dengan pasokan mikroba menguntungkan ke dalam lahan
dan pasokan bahan organik yang memadai. Pasokan mikroba tanpa disertai
pasokan bahan organik hanya memberikan kemajuan sementara saja, karena
mikroba sangat butuh bahan organik yang cukup. Dengan peningkatan
kuantitas mikroba di tanah diharapkan kondisi tanah akan pulih dan akan
mendukung produktivitas pertanian.
Adapun peranan mikroba serta jenis mikroba spesial yang berkaitan adalah diantaranya sebagai berikut:
1. Mikroba pemantap agregat
Untuk tanah yang agregasinya tidak terlalu labil dan teksturnya liat (sehingga agak mudah tererosi, kehilangan air dan unsur hara), penambahan bakteri seperti Azotobacter Chroococcum sp. dan Pseudomonas sp. dan ragi seperti Lipocymes starkeyi sp. ternyata dapat meningkatkan stabilitas agregat terhadap kekuatan air karena keberadaan mereka mendukung perekatan partikel tanah.
2. Mikroba pendorong serapan hara
Peningkatan serapan hara oleh tanaman dalam kaitannya dengan mikroba melalui dua hal:
a. Peningkatan kelarutan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, baik yang berasal dari pupuk maupun mineral tanah. Unsur hara yang dapat ditingkatkan kelarutannya dan bakteri yang berkaitan diantaranya adalah fosfat (Bacillus sp), mangan (Corynebacterium sp dan Citrobacter freundii sp), besi (Leptospirillum sp, Thiobacillus ferrooxidans sp, Desulfovibrio sp), sulfur (T Ferrooxidans sp, Sulfolobus spp) dan silikat (Arthrobacter sp, Bacillus sp, Nocardia).
b. Peningkatan kemampuan akar menyerap hara dengan pembentukan akar rambut yang lebih banyak. Adapun mikroba yang sangat populer untuk keperluan ini adalah jamur mikoriza. Jamur ini bersimbiosis dengan akar tanaman dan menurut beberapa penelitian, mampu memperbaiki nutrisi tanaman seperti P dan unsur hara mikro seperti Zn, Cu, dan Fe (Tinker 1982).
c. Mengendalikan / mengatasi penyakit tanaman. Dalam lahan pertanian terdapat banyak mikroba yang menimbulkan penyakit pada tanaman seperti Agrobacterium radiobacter var. tumefaciens yang menimbulkan penyakit crown gall pada tanaman holtikultura. Untuk menangani penyakit tanaman yang disebabkan baik mikroba maupun binatang, dapat dilakukan pasokan mikroba yang antagonis seperti Trichoderma koningii Sp yang dijadikan sebagai biopestisida untuk jamur akar putih. Biopestisida ini telah tersedia secara komersial.
d. Memfiksasi N2 dari udara bebas menjadi NH3 sebagai pupuk nitrogen bagi tanaman. Mikroba pemfiksasi nitrogen seperti Azotobacter Spp dan Rhizobium memiliki kemampuan memasok N untuk tanaman, namun kinerjanya amat bergantung pada nutrisi yang tersedia, karena membutuhkan banyak gula. Mikroba pemfiksasi N ini banyak diproduksi secara komersial.
e. Menghasilkan fitohormon untuk tanaman. Mikroba seperti Azotobacter Chroococcum Sp memiliki kemampuan menghasilkan fitohormon atau zat pengatur tumbuh seperti auksin, gibberelin dan sitokinin.
Untuk memenuhi kebutuhan pertaniannya seperti kebutuhan akan pestisida, zat pengatur tumbuh, insektisida dan pupuk nitrogen, petani kerap menggunakan bahan-bahan kimia yang sudah jadi dalam bentuk produk komersial. Ini tidak selalu salah, namun jauh lebih menguntungkan apabila petani menggunakan mikroba-mikroba tertentu untuk keperluan tersebut. Di samping menghindari tercemarnya tanah dari bahan kimia sintetik, apabila mikroba-mikroba tersebut dapat sustain dan hidup harmonis di lahan, maka bisa mencukupi kebutuhan-kebutuhan pertanian dalam jangka panjang, sehingga lebih ekonomis. Saat ini terus dilakukan penelitian untuk mikroba-mikroba yang memiliki produk unggulan dalam rangka memajukan pertanian yang berkelanjutan.
Mikroorganisme tanah, dapat menghasilkan produk yang menguntungkan maupun merugikan pertanian. Namun produk-produk mikroba yang akan dipaparkan disini hanya yang menguntungkan, diantaranya adalah zat pengatur tumbuh atau fitohormon, antibiotik, insektisida mikroba, insektisida virus, dan herbisida mikroba.
1. Zat Pengatur Tumbuh atau Fitohormon
Fitohormon adalah bahan kimia yang mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan Jenisnya ada banyak, namun yang akan dipaparkan disini ada dua yaitu Asam Indool Asetat (salah satu senyawa yang tergolong Auxin) dan Gibberelin.
Asam Indool Asetat, yang selanjutnya akan disebut IAA, dihasilkan oleh jamur maupun bakteri dengan jumlah yang relatif sedikit. Beberapa pengaruh morfologi pada tanaman yang penting dari IAA terhadap pertumbuhan tanaman adalah pemanjangan batang dan pembentukan bintil, yang merupakan reaksi inang terhadap auksin. Namun IAA dapat juga meracuni tanaman (lebih besar pengaruhnya pada tanaman dikotil ketimbang monokotil) bila terdapat dalam jumlah besar dan bereaksi dengan senyawa dalam tubuh inang. Karena itu IAA juga ada yang digunakan sebagai herbisida untuk mengurangi gulma.
2. Antibiotik
Untuk mempertahankan hidupnya, mikroorganisme menghasilkan antibiotik untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme saingan atau musuhnya. Antibiotik ini ternyata memiliki potensi untuk pengendalian penyakit tanaman. Sebagai contoh, antibiotik anti jamur yang bermanfaat untuk mengendalikan jamur patogen adalah griseofulvin, hasil metabolik dari Penicilium griseofulvum dan aureofungin, hasil metablik dari Streptoverticillium cinnamomeum var terricolum. Ternyata disamping berguna untuk mengendalikan penyakit tanaman, antibiotik juga banyak dipakai untuk perangsang pertumbuhan dalam pakan ayam dan ternak, walaupun mekanismenya masih belum jelas.
Untuk mempertahankan hidupnya, mikroorganisme menghasilkan antibiotik untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme saingan atau musuhnya. Antibiotik ini ternyata memiliki potensi untuk pengendalian penyakit tanaman. Sebagai contoh, antibiotik anti jamur yang bermanfaat untuk mengendalikan jamur patogen adalah griseofulvin, hasil metabolik dari Penicilium griseofulvum dan aureofungin, hasil metablik dari Streptoverticillium cinnamomeum var terricolum. Ternyata disamping berguna untuk mengendalikan penyakit tanaman, antibiotik juga banyak dipakai untuk perangsang pertumbuhan dalam pakan ayam dan ternak, walaupun mekanismenya masih belum jelas.
3. Insektisida Mikroba
Mikroba
juga bisa digunakan untuk mengendalikan serangga yang merugikan. Di
antaranya adalah Bacillus Thuringiensis Sp. yang sanggup menghambat
sekitar 130 spesies serangga dan larva, serta dapat ditumbuhkan pada
media yang murah. Ada pula galur B. Thuringiensis yang menunjukkan
toksisitas yang tinggi terhadap larva nyamuk, namun tidak beracun
terhadap larva lepidoptera dan berpotensi juga untuk mengendalikan
penyakit malaria pada manusia. Banyak juga agen bakteri lain, jamur
serta protozoa yang efisien dan efektif dalam mengendalikan hama
serangga pada tanaman.
4. Insektisida berupa Virus
Terdapat
lebih dari 300 virus yang telah dikenal dapat secara cepat menginfeksi
spesies serangga yang rentan terhadapnya. Tidak seperti virus tanaman
atau hewan, virus serangga terselubung dalam kristal protein secara
tunggal atau dalam kelompok. Apabila ditularkan secara sengaja pada
populasi tanaman yang terserang hama, virus-virus ini menggandakan diri
dengan cepat dan tersebar melalui aliran udara dan air hujan sehingga
dapat menjadi insektisida yang kuat.
5. Herbisida Mikroba
Penggunaan mikroba untuk membunuh gulma menggunakan patogen endemik atau eksotik.
Demikian
beberapa jenis produk dari mikroba yang bermanfaat untuk pertanian.
Walaupun ini merupakan solusi yang organik (alami), namun dalam
penerapannya tentu selalu diperlukan kehati-hatian serta penelitian yang
mendalam terlebih pada penggunaan mikroba patogen.
Namun
karena banyak pupuk yang disubsidi berkurang produksinya (karena bahan
bakunya seperti gas alam malah dijual ke luar negeri) dan sering dijual
secara ilegal ke luar negeri (disana pupuk N dihargai mahal), maka para
petani mengalami kesulitan. Padahal, dulu jauh sebelum revolusi hijau,
para petani tidak menggunakan pupuk nitrogen anorganik seperti urea dan
NPK, namun pertanian mereka tetap berjalan. Alasannya adalah mereka
sanggup mencukupi kebutuhan nitrogen tanamannya dengan sumber N organik
seperti pupuk kandang. Di samping itu, dengan adanya biological nitrogen
fixation (fiksasi nitrogen secara biologis) oleh mikroba, terdapat
pasokan nitrogen tambahan dari udara, dimana nitrogen yang dihasilkan
sudah dalam bentuk anorganik sehingga siap diserap tanaman.
Sebenarnya
di udara sudah terdapat unsur nitrogen yang sangat melimpah, mengingat
komposisi nitrogen di udara adalah sekitar 78%. Artinya, apabila bisa
merubah nitrogen di udara menjadi senyawa yang mudah diserap tanaman,
maka pupuk nitrogen kimiawi tidak lagi dibutuhkan. Untuk melakukan hal
ini, digunakan mikroba-mikroba yang dapat memfiksasi N2 di udara menjadi
NH3. Sebenarnya mikroba yang bisa memfiksasi N2 menjadi NH3 ada banyak,
meliputi bakteri, aktinomiset, lumut dan alga, namun yang kerap
digunakan untuk pertanian umumnya adalah bakteri yang dapat dipilah
menjadi tiga jenis, yaitu yang simbiotik erat, simbiotik asosiatif dan
non simbiotik.
Bakteri pemfiksasi N2 yang bersimbiosis
erat dengan tanaman, hidup di dalam jaringan tanaman, diantaranya adalah
Rhizobium. Bakteri ini hidup di dalam akar dan membentuk bintil.
Nutrisi bakteri ini diperoleh dari akar, namun bakteri ini memasok
fitohormon dan nitrogen untuk tanaman inangnya. Umumnya Rhizobium
digunakan sebagai pupuk hayati pendukung pertanian kedelai.
Yang
bakteri lainnya yang istimewa adalah Gluconanocetobacter Diazothrophicus
Sp. yang hidup di dalam jaringan tanaman tebu. Diperkirakan bakteri ini
memiliki peran utama dalam penyediaan 70% kebutuhan N tanaman tebu
secara biologis.
Bakteri yang bersimbiotik asosiatif
dengan tanaman, dan hidup di daerah perakaran, diantaranya adalah
Azospirillum. Bakteri ini kerap digunakan sebagai pupuk hayati karena
membantu pasokan N terutama di lahan yang kurang cocok untuk aplikasi
pupuk kimia, pemicu pertumbuhan tanaman dengan produksi fitohormon (asam
indool asetat dan asam indool butirat), meningkatkan jumlah rambut
akar, meningkatkan luas permukaan akar, meningkatkan respirasi,
meningkatkan aktivitas enzim metabolisme di daerah perakaran sehingga
pada gilirannya meningkatkan penyerapan hara pada tanaman dan memicu
pertumbuhan. Azospirilum juga sering dikategorikan nonsimbiotik bersama
Azotobacter.
Jenis yang terakhir yang dibahas disini
adalah bakteri yang nonsimbiotik atau hidup bebas. Dikatakan hidup bebas
karena tidak hidup hanya di daerah perakaran saja di tanah, karena
bahkan ada juga yang hidup di perairan. Bakteri ini diantaranya adalah
yang termasuk dalam genus Azotobacter. Spesies Azotobacter Chroococcum
adalah termasuk yang paling intensif diselidiki dan sering digunakan
dalam pupuk hayati. Spesies ini banyak hidup di daerah rizosfir, dan
berfungsi untuk menyediakan zat pengatur tumbuh (Seperti asam indool
asetat, giberelin dan sitokinin), menghasilkan vitamin-vitamin B dan
memfiksasi N untuk kebutuhan tanaman.
Agar penggunaan
mikroba-mikroba pemfiksasi N2 tersebut efektif di pertanian, dibutuhkan
pasokan bahan organik yang tepat. Ph tanah harus dibuat netral atau
sedikit basa, dengan pH sekitar 7.2. Sumber karbohidrat yang cukup arus
dipasok ke tanah seperti dari molase atau limbah lainnya yang bisa
digunakan dan murah. Untuk sumber vanadium dan molybdenum (penting untuk
aktivitas enzim nitrogenase) bisa digunakan cairan hasil ikan hasil
blender, tentunya dalam jumlah yang tidak terlalu banyak.
Tanaman
dalam kenyataannya tidak hanya menyerap nutrisi melalui akar melainkan
melalui daun juga. Pupuk-pupuk daun pun banyak tersedia secara
komersial. Permukaan daun, yang disebut filoplen memiliki daerah yang
dihuni oleh mikroorganisme, yang sering disebut dengan filosfir.
Mikroorganisme yang tinggal di filosfir ternyata ada yang diketahui
menyumbang nutrisi pada tanaman inangnya, yaitu mikroba-mikroba
pemfiksasi nitrogen, yang mengubah nitrogen bebas di udara menjadi
amonia. Diantara mikroba itu ada pula yang selain memfiksasi nitrogen,
juga mampu menghasilkan zat pengatur tumbuh atau fitohormon yang berguna
pada tumbuhan. Contohnya adalah Azotobacter (yang juga banyak terdapat
di tanah). Telah banyak dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan
mikroba filosfir ini, dan hasilnya cukup memuaskan, sehingga dapat
menghemat penggunaan pupuk Urea atau NPK yang kerap digunakan untuk
memasok nitrogen pada tanaman.
Namun bagi penulis
masih ada sejumlah pertimbangan sebelum menyemproti daun-daun dengan
cairan nutrisi atau inokulum berisi mikroba filosfir pemfiksasi N.
Setidaknya ada hal yang harus dipertimbangkan, yang akan dipaparkan
sebagai berikut.
Pertimbangan yang kesatu adalah
karena sebagian mikroorganisme filosfir itu adalah patogen,
dikhawatirkan penyemprotan cairan nutrisi seperti sukrosa, atau cairan
carrier (pembawa) mikroba pemfiksasi N yang kita semprotkan akan
dimanfaatkan patogen untuk tumbuh lebih pesat. Karena itu menurut
penulis lebih aman bila selain disemprotkan cairan nutrisi atau inokulum
mikroba, disemprotkan mikroba anti patogen terlebih dahulu. Atau
mikroba anti patogen disemprotkan sebelum mikroba pemfiksasi N
disemprotkan, untuk memberi kesempatan mikroba pemfiksasi N yang
diinginkan tumbuh dan dengan cepat di filosfir. Sebab tentu percuma
apabila tanaman kita meningkat nutrisinya, namun ternyata digerogoti
mikroba patogen atau hama seperti kutu daun sehingga tanaman kita rusak
semua.
Pertimbangan yang kedua adalah mengenai
pemahaman akan mikroorganisme di filosfir itu sendiri serta interaksi
antar mereka dan dengan tanaman inangnya. Pengetahuan manusia mengenai
reaksi-reaksi biokimia dalam filosfir masih sangat terbatas, seperti
proses dihasilkannya fitoaleksin. Fitoaleksin adalah senyawa penangkal,
yang kemungkinan dihasilkan oleh tumbuhan sebagai respon terhadap luka,
rangsang fisiologis, agen penyebab infeksi dan hasil-hasilnya.
Resistensi terhadap penyakit juga terjadi diantaranya melalui produksi
fitoaleksin tertentu seperti asam malat, fenol dan alpha-hexenol. Harus
dipahami implikasi penyemprotan daun terhadap reaksi-reaksi biokimia ini
sebelum mengaplikasikannya besar-besaran.